Bukan
wartawan jika tidak beda dengan lainnya. Ini setidaknya yang tergambarkan pada saat
Ali Murtadlo bertindak sebagai pembina upacara bendera di SMA Negeri 15
Surabaya tanggal 3 September 2012. Jika biasanya, pembina upacara selalu di atas
podium selama upacara, tidak demikian halnya dengan orangtua Aufa, Ketua OSIS
SMA Negeri 15 Surabaya itu.
Pada saat menyampaikan amanah,
Komisaris JTV itu turun dari podium
pembina upacara.“Saya minta izin untuk turun dari sini, tidak berdosakan,”
pintanya seraya turun panggung dan disambut tepuk tangan meriah oleh peserta upacara.
Bukan hanya itu bedanya. Gaya bicaranyapun bak seorang motivator yang sedang meyakinkan peserta pelatihan.
Tidak segan-segan, Direktur JawaPos
Radar Timur itu berdialog dan menepuk-nepuk pundak peserta upacara.
Guna menguasai audiens yang tidak lain peserta upacara, Ali
Murtadlo berjalan mendekati peserta upacara. Sayang kabel mike tidak mampu menjangkau seluruh peserta.
Untung saja Pak Saimin, anggota tim kebersihan SMA Libels, tanggap dan segera mengganti dengan
mike nirkabel. Ali Murtadlo menjabat tangan Saimin dengan erat. “Terimakasih Pak.
Wah Bapak ini cerdas,” tukas Ali yang kelahiran Pacitan tersebut.
Saat dikonfermasi tentang tindakannya turun dari mimbar oleh tim jurnalistik
SMA Negeri 15 seusai upacara, lelaki berusia 50
tahun tersebut mengatakan bahwa sesungguhnya tindakan tersebut untuk mengurangi rasa grogi.
“Jujur untuk mengurangi grogi. Dengan demikian (baca: turun dari podium pembina upacara),
saya bisa lebih nyaman. Saya tidak biasa berceramah,” jawabnya.
Menurutnya,
dia tidak suka mendengarkan orang berceramah.“Karena itu,
saya juga tidak berceramah. Gak ada manfaatnya orang
berceramah. Kalaupun ada kecil manfaatnya. Saya rasa, akan lebih mengena dan berasa jika langsung kemereka,”
kata Direktur TV-TV grup JawaPos sembari menjelaskan mengapa banyak orang yang
tertidur saat mendengarkan orang berceramah, termasuk saat mendengarkan khotbah.
Ali
Murtadlo juga menyampaikan apresiasi positif kepada SMA Negeri 15 Surabaya
atas langkah mendatangkan pembina upacara dari pihak luar, termasuk dari wali murid. “Sekolah ini sangat terbuka menerima masukan pihak
lain. Menurut saya, alngkah ini sangat bagus. Saya kira positif. Perlu dihadirkan walimurid untuk bertindak sebagai pembina. Bahkan jika perlu,
orang-orang sukses dihadirkan untuk ke sini. Perlu kiranya mendatangkan orang semacam
Ali Markus atau Tukul,” tegasnya.
Lelaki kelahiran
17 Februari 1962 itu menjelaskan bahwa SMAN 15 Surabaya,
terutama siswanya dapat belajar dari pengalaman orang-orang hebat yang didatangkan.
“Sekaligus sangat layak diberitakan media jika yang dihadirkan misalnya Pak Ali
Markus. Pasti kalian bisa menggali pengalaman yang sangat berharga dari Pak Ali,”
pesan Ali Murtadlo kepada Carissa, Dita dan kawan-kawan yang
diberi kesempatan wawancara pada saat itu.
Ali Murtadlo mengingatkan kepada kita, khususnya generasi penerus bahwa belajar dari orang
sukses itu sangat penting. Ternyata, orang-orang yang
kini sukses itu telah mempersiapkannya dengan matang. Jika ingin jadi orang yang
luar biasa maka kita harus melakukan sesuatu yang
luar biasa pula. Sebaliknya jika kita lengah pada masa muda berdampak pada fase kehidupan selanjutnya.
Ya pasti jadi masalah. “Kebanyakan anak muda sekarang masih menuntut,
belum berpikir bagaimana caranya menyiapkan dirinya untuk fase kehidupan selanjutnya,”
ujarnya.
Menurut
Ali Murtadlo jika dirunut kebelakang kisah hidupnya, orang sukses senantiasa bekerja ektra keras melebihi umumnya
orang. “Ternyata Ronaldo dan Messi berlatih sepak bola sejak usia 8 atau 9
tahun. Mereka mempersiapkan dirinya dengan luar biasa sejak dini. Mereka berlatih dengan sungguh-sungguh. Yah
itu hasilnya,” tegasnya.
Terlihat Bp. Ali sedang berada di tengah lapangan |
Bp. Ali dari sisi siswa |
Pembina upacara berjabat tangan dengan OB sekolah |
Bp. Ali dengan gaya motivasinya |
sesi wawancara tim LJC dengan Bp. Ali |
0 komentar:
Post a Comment